ushul fiqh
Selasa, 07 Oktober 2014
Ringkasan Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling: Siti Muslimah
Ringkasan Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling: Siti Muslimah: BAB I A. Pembangunan dan Perkembangan Masyarakat Rencana pembangunan lima tahunan berjalan dari waktu ke waktu. Menjelang masa ...
siti muslimah
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang dibawa Nabi Muhammad yang menggunakan Al-Qur’an
sebagai sumber hukum islam yang pertama, dan menjadi tuntunan bagi seluruh umat
manusia khususnya umat muslim. Sedangkan sumber hukum islam yang kedua adalah
Hadits. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat jibril.
Seperti yang kita ketahui, bahwa
Al-Qur’an merupakan sumber hukum primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam
realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Qur’an
membicarakanya, atau Al-Qur’an membicarakan secara global saja, atau bahkan
tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an. Nah jalan keluar untuk
memperjelas dan merinci keuniversalan Al-Qur’an tersebut, maka diperlukan
Al-Hadits/As-Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau
penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder/kedua setelah
Al-Qur’an.
Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua
pedoman umat muslim yang saling berhubungan satu sama lain. Al-Qur’an tidak
bisa berdiri sendiri tanpa adanya Hadits sebagai penjelas Al-Qur’an yang masih
bersifat gelobal. Hubungan antara hadits dan Al-Qur’an merupakan bahasan dari
Ulumul Hadits yang sangat penting, Untuk itu di bawah ini di paparkan
penjelasan mengenai hubungan Hadits dengan Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
· Apakah Pengertian Hadist ?
·
Bagaimanakah
Kedudukan Hadits serta Hubungannya dengan Al-Qur’an ?
·
Bagaimanakah
Fungsi Hadits serta Hubungannya dengan Al-Qur’an ?
Pembahasan
A.
Pengertian Hadist serta Hubungannya dengan Al-Qur'an
Hadits
menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang
dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir).
Berikut ini
adalah penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan:
1.
Hadits
Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang
diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
2. Hadits Fi’liyah yaitu
perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti
pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan
rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah haji dan pekerjaannya mengadili
dengan satu saksi dan sumpah dari pihak penuduh.
3.
Hadits
Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para
sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk
ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara
mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu,
sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan
suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa
Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya,
namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari
Nabi.
Sunnah menurut ahli ushul fiqh adalah “segala yang diriwayatkan dari Nabi
berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.” Selain
itu menurut ahli fiqh juga sebagai salah satu hukum taklifi, yang mengandung
pengertian “perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan
tidak berdosa.”
B.
Kedudukan Hadits serta Hubungannya dengan Al-Qur’an
Allah swt. Memerintah kaum muslimin agar beriman kepada rasul-Nya. Mereka
juga harus menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang
dibawanya. Tuntutan taat dan patuh kepada rasul Allah ini sama halnya dengan
tuntutan taat dan patuh kepada Allah swt.
Terdapat dalam al-qur’an (Q.S Al Imran : 32)
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا
فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Artinya : ‘Katakanlah:
"Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir" (Qs, Ali Imran:32)
Hadits
merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia menempati kedudukan setelah
Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadits bagi umat islam baik yang berupa perintah
maupun larangan, sama halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Qur`an. Hai ini
karena, hadits merupakan mubayyin bagi Al-qur`an. Karena, siapapun yang tidak
bisa memahami Al-qur`an tanpa dengan memahami dan menguasai hadits. Begitu pula
halnya menggunakan hadits tanpa Al-qur`an. Karena Al-qur`an merupakan dasar
hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at. Dengan demikian,
antara hadits dengan Al-qur`an memiliki kaitan erat, yang untuk mengimami dan
mengamalkannya tidak bisa terpisahkan atau berjalan dengan sendiri-sendiri. Al-Qur’an
itu menjadi sumber hukum yang pertama dan Al-Hadits menjadi asas
perundang-undangan.
Seluruh umat islam telah
sepakat bahwa hadits rasul merupakan sumber dan dasar hukum islam setelah
al-qur`an, dan umat islam di wajibkan mengikuti sunnah sebagai mana di wajibkan
mengikuti Al-qur`an dan hadits.
Al-qur`an dan hadits merupakan
dua sumber syariat islam yang tetap, orang islam tidak mungkin memahami
syari`at islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber
tersebut yaitu al-qur`an dan hadist.
Al-Suyuthi dan Al-Qasimi
mengemukakan argumentasi rasional dan tekstual, sebagai berikut:
a.
Al-Qur’an bersifat qath’I
al-wurud, sedang hadits bersifat zhanni al-wurud. Karena itu
yang qath’I harus didahulukan daipada yang dzanni.
b.
Hadits befungsi sebagai penjabaran
Al-Qur’an. Ini harus diartikan bahwa yang menjelaskan berkedudukan setingkat
dibawah yang dijelaskan.
c.
Ada beberapa hadits dan atsar yang
menjelaskan urutan dan kedudukan hadits setelah Al-Qur’an.
d.
Al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah.
Sedang hadits berasal dari hamba dan utusannya, maka selayaknya yang berasal
dari sang pencipta lebih tinggi kedudukannya daripada yang berasal dari hamba
utusan-Nya.
Ada beberapa ayat Al-Qur’an dan
hadits Nabi yang membuktikan bahwa kedudukan hadits sebagai sumber kedua
setelah Al-Qur’an dalam ajaran islam. Surat An-Nisa ayat 59 menyatakan:
Artinya : "
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (Q.S. An-Nisa :59)
Selanjutnya dalam hadits nabi ditegaskan:
“Aku
tinggalkan untuk kalian dua perkara atau pusaka,selama kalian berpegang kepada
keduanya,kalian tidak akan tersesat,kitabullah(Qur’an) dan sunnah Rasulnya”. (HR.Abu
Daud).
C.
Fungsi Hadits serta Hubungan dengan Al-Qur’an
1. Al-Qur’an dan hadits adalah sebagai
pedoman hidup, sumber hukum, dan sumber ajaran dalam islam. Keduanya merupakan
satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan
utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena
itu, kehadiran hadits sebagai sumber kedua untuk menjelaskan keumuman isi
Al-Qur’an.
Allah swt.
Berfirman : (surat al-nahl : 44 )
Artinya : … Dan kami turunkan Az-zakir (Al-Qur’an)
kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada
mereka dan agar mereka memikirkan.
2. Menguatkan
dan menegaskan hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
Contoh dalam Al-Qur’an terdapat surat ( Al-A’raff : 158 ) :
Artinya : “Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit
dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan
dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi
yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan
ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (Q.S. Al-A’raff : 158)
Selanjutnya dalam hadits juga dikatakan yaitu :
“Iman itu
ialah engkau memercayai Allah,malaikat-Nya,kitab-kitab-Nya,Rasul-rasul-Nya,hari
akhir dan beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk-Nya”.(HR.Muslim)
3.
Fungsi Hadits Rasulullah SAW sebagai penjelas al-Qur’an bermacam –macam. Seperti
: Imam Malik bin Anas menyebutkan lima
macam fungsi, yaitu bayan al-taqrir, bayan al-tafsir, bayan al-tafshil,
bayan al-ba’ts, bayan al-tasyri’. Imam Syafi’i menyebutkan lima fungsi
yaitu, bayan al-tafsil, bayan al-takhshis, bayan at-ta’yin, bayan
al-tasyrik, dan bayan al-nasakh. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat
fungsi, yaitu bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri’, dan bayan
at-takhshis.
4.
Menetapkan
suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an.
Dengan demikian terlihat bahwa Hadits menetapkan sendiri hukum yang tidak
ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut itsbat.
Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang ditetapkan
hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang ada dalam
Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-Qur’an secara terbatas.
Seperti Allah SWT mengharamkan memakan bangkai, darah, dan daging babi.
Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai hukum baru yang
ditetapkan oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas
tidak terdapat dalam Al-Qur’an.
Penutup
Kesimpulan
ü
Hadits
menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu
ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan
mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
ü
Sunnah
menurut ahli ushul fiqh adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi berupa
perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
ü
Hadits menempati sumber hukum urutan kedua
setelah Al-Qu’an bagi umat
muslim.
ü Dalam
hubungan dengan Al-Qur’an, As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat
tertentu. Fungsi Hadits
Rasulullah SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an yang bermacam –macam,
diantaranya : Bayan Tafsir, Bayan Taqrir, Bayan at-Tasyri’, Bayan al-Nasakh.
Daftar Pustaka
v Al-Qur’an
v
Amir
Syarifuddin, 1997, Ushul Fiqh Jilid Satu, Jakarta: logis Wacana Ilmu
v Kebenaran AL-QUR’AN dan HADIS, Lilis
Fauziyah R.A, Andi Setyawan
v Faridl,
Miftah, (2001), As-Sunnah Sumber Hukum Islam Yang Kedua, Bandung: Pustaka
Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof. T.M., (1965), Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, Jakarta: Bulan Bintang Suparta Munzier, Drs. M.A., Ilmu Hadits, Rajawali Pers, Jakarta: 2008
Langganan:
Postingan (Atom)